Senin, 01 Februari 2010

Sepatu Butut

Aku hanya sepatu butut. Yang tak hanya selalu terinjak, namun juga terbuang. Tak lagi berguna kini , hanya berselimut usang.


Adakah yang bersedia memungut ku ?

Aku akan senang sekali jika saja pemulung itu mau memasukkan ku ke dalam keranjangnya.

Lalu apa yang akan dia perbuat dengan ku selanjutnya?



Akankah dia hadiahkan aku sebagai penebus tangis sang anak yang kakinya terluka oleh sesampahan dimana mereka tinggal?

Akankah dia menjual aku ke tempat loak?

Atau hanya akan dilemparkan begitu saja ke tumpukan sampah di Bantar Gebang?



Aku muram kembali.



Harapan itu akan selalu ada. Namun bagiku, harapan itu selalu ada untuk dihancurkan dan dibunuh atau dikubur hidup-hidup.

Biarlah Gelap ini Gelap ku

Ada rasa kemarahan yang berusaha ku tolak. Ada cemburu yang tak bisa ku terima bahwa aku sedang merasakannya. Ada rasa tersembunyi bahwa aku ingin di posisikan di tempat istimewa, bukan hanya di sisi gelap .



Aku tahu, bahwa aku, kau, kita adalah hal yang seharusnya menjadi satu dalam kebersamaan. Tapi entah kenapa, aku merasakan ketidakadilan sedang melintasi aku, dan bahkan tak mau pergi. Terus menggelayuti hari-hari ku, membayangi ku bagaikan hantu yang tak rela meninggalkan bumi .



Biarlah hitam ini hitamku, dan gelap ini gelapku. Di sisi ini aku berdiri. Di atas tanah dunia sepi. Tanpa kawan, tak butuh teman.


Dan aku melihat peri-peri mungil yang membawa senyum ku pergi . mereka tak lebih dari iblis bertopeng yang menyemai detik bahagia, dan mencabutnya di detik kedua , bersamaan dengan saat mereka menunjukkan siapa mereka sebenarnya.



Lagi, lagi , dan lagi. Aku harus menelan pahitnya kekecewaan ini sendiri. Tanpa sesiapapun yang bisa kuajak untuk sekedar menyesali atau bahkan menangis.



Dan hari ini adalah hari kemarin yang kembali bergulir. Bagiku takkan pernah ada hari baru. Hari yang berbeda dengan kemarin. Bagiku, hidup ini masih taman pekuburan sunyi. Jam- jam yang ku lalui adalah jalan setapak yang lengang namun penuh semak berduri. Aku tak ingin melaluinya, aku selalu melihat ke jalan yang telah lalu. Mungkinkah aku masih bisa beralri kembali mundur?

Namun hanya dapat ku lihat tanpa bisa ku tembus. Aku terjebak.

Satu Muara Jawaban (2)

Kalau ada yang akan bertanya hal apa yang ku benci


Hal terakhir yang ku inginkan di dunia

Nama yang paling ingin ku lupakan

Ingatan tentang seseorang yang tak pernah ku ingini

Dan semua pertanyaan itu akan bermuara di satu jawaban

: kau.



Kalau ada saat yang paling ku inginkan

Ada hari yang ingin ku hapuskan

Dimana detik waktu itu

Jawabnya : di satu hari dimana aku berjumpa dengan mu



Aku akan setegar karang

Namun siapa yang tahu bahwa aku hanyalah seonggok hati yang rapuh

Aku menerjang apapun yang menghadang

Namun siapa yang menyangka aku tak pernah bisa menghancurkan sisi ingatan ku tentang mu



Tak pernah ada yang mengenang ku indah

Aku figur yang angkuh dan keras

Tak akan ada yang mengukir namaku indah dalam ingatan mereka

Namun tiba kini saatnya

Untukku, di mana bahkan untuk menangis pun aku tak mampu.

Satu Muara Jawaban (1)

Tak perlu lagi ku merenungi. Tak butuh aku bertanya, saat dimana kau bahkan tak disana.


Aku berharap kau ada disampingku.

Tak banyak yang ku ingin.

Senyum di wajahmu adalah pembasuh segala pedih pada jalan kehidupanku yang terik.

Cahaya yang terpancar dari hatimu adalah peneduh jiwaku yang rapuh.



Maaf itu tak seharusnya terlontar.

Maaf itu kupohon saat ku bercermin, dariku untuk diriku sendiri.

Maaf telah menyakiti, maaf telah mengaiaya.

Maaf ku pada hatiku karena mataku merindukanmu. Maafku pada mataku, karena hatiku merindukanmu.



Ku benci engkau, agar ku bisa menghapus bayangmu. Ku hapus bayangmu , agar bisa ku hilangkan semua ingatan ku akanmu.

Ku hapuskan segala ingatan tentangmu, agar bisa ku kubur mimpi-mimpi ku padamu.

Karena kau adalah segala mimpiku. Kaulah muara jawaban segala pertanyaan.